Makanan
FAKTOR RISIKO IBD
Penyebab penyakit IBD (inflammation bowel disease) belum diketahui pasti. Beberapa faktor dianggap saling berkaitan, salah satunya makanan. “Makanan tertentu dapat memperlambat remisi dan kadang menginduksi (memicu) munculnya IBD,” ujar DR. dr. Murdani Abdullah, Sp.PD-KGEH dari FKUI/RSCM, Jakarta.
Makanan tidak secara langsung menyebabkan IBD. Namun, makanan tertentu dan pola makan dapat memperburuk gejala IBD, dan berhubungan dengan peningkatan risiko IBD. Misalnya pola makan kebarat-baratan yang tinggi lemak, gula dan alkohol. Makanan ini dapat memicu pertumbuhan jamur dan/atau bakteri patogen.
dr. Ari Fahrial Syam, Sp. PD-KGEH, Ketua Advokasi PB PAPDI-Departemen Penyakit Dalam FKUI/RSCM, menyatakan, “Makanan berlemak amat berpengaruh.” Bisa jadi, karena terjadi peningkatan peradangan yang disebabkan lemak omega-6 yang utamanya terdapat pada lemah hewani dan lemak tumbuhan tertentu (minyak jagung, biji bunga matahari). Selain itu, makanan berlemak dan berminyak mungkin tidak dapat dicerna sepenuhnya, sehingga dapat menimbulkan gas dan diare.
Sebuah studi membandingkan perbedaan pola makan masyarakat Jepang dari tahun 1966 – 1985. Ketika insiden penyakit Crohn dan asupan makanan sehari-hari ditelaah, terlihat bahwa protein hewani muncul sebagai faktor risiko independen yang paling kuat. Protein hewani terutama daging merah, berkontribusi meningkatkan jumlah toksin hydrogen sulfide di kolon, yang dapat meningkatkan aktivitas penyakit pada kolitis ulseratif (KU). Hydrogen sulfide juga dapat mengganggu kerja butyrate, molekul antiradang di kolon. Konsumsi daging merah dan daging yang diproses, meningkatkan kemungkinan kambuh > 5 kali.
Makanan lain yang bisa mengiritasi yakni makanan pedas. Juga produk susu tinggi laktosa, bagi mereka yang memiliki intoleransi atau sensitif terhadap laktosa. Intoleransi dan alergi makanan, terkait erat dengan IBD. Sebuah literatur menyebutkan, alergi makanan berperan 66% dalam kasus KU. Ada kasus, seorang bayi yang diberi ASI eksklusif menunjukkan gejala kuat terhadap kolitis. Setelah sang ibu berhenti mengkonsumsi susu dan produk susu sapi, gejala yang dialami sang bayi hilang.
Belum ada penelitian yang menyatakan secara pasti bahwa makanan memicu IBD. Makanan ‘hanya’ merupakan satu faktor risiko. Tak ada salahnya memperhatikan pola makan dan mengurangi konsumsi makanan yang meningkatkan risiko penyakit, apalagi jika ada riwayat IBD dalam keluarga.
Gula Tak Selalu Manis
Ada hubungan antara IBD dengan pola makan tinggi gula. Gula dan karbohidrat sederhana dapat menciptakan kondisi sangat asam pada usus bagian bawah, sehingga mengganggu ekosistem bakteri yang normal. Ini lingkungan yang baik untuk pertumbuhan Candida atau jamur.
Gula juga mengiritasi permukaan membran mukus saluran cerna dan mengganggu fungsi sel darah putih (phagocytes). Penelitian menunjukkan, pasien IBD mengkonsumsi gula dan makanan manis lebih banyak dari kelompok kontrol. Dampaknya tidak terlalu terasa, namun mengintai dalam jangka panjang.
(Sumber: OTC DIGEST. Edisi 55. Tahun V. 1 Maret 2011)
Baca Selanjutnya....