Kamis, 31 Desember 2009

Epilepsi

EPILEPSI adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etologi. Serangan adalah suatu gejala yang timbulnya tiba-tiba dan menghilang secara tiba-tiba pula.

FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB
1. Idiopatik : sebagian besar epilepsi pada anak adalah epilepsi idiopatik.
2. Faktor herediter : ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai
bangkitan kejang seperti sklerosis tuberosa, neurofibromatosis, angiomatosis,
ensefalo trigeminal, fenilketonuria, hipoparatiroidisme, hipoglikemia.
3. Faktor genetis : pada kejang demam dan breath holding spells.
4. Kelainan nongenital otak : Atrofi, porensifali, aganesis, korpus kolosum.
5. Gangguan metabolik : hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia.
6. Infeksi : radang yang disebabkan bakteri/virus pada otak dan selaputnya,
toksoplasmosis.
7. Trauma : Kontusio serebri, hematoma subbaraknoit, hematoma subdural.
8. Neoplasma otak dan selaputnya
9. Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen.
10. Keracunan : timbal (Pb), kamper (kapur barus), fenotiazin, air.
11. Lain-lain : penyakit darah, gangguan keseimbangan hormon, degenerasi serebral,dan lain-lain.
12. Faktor presipitasi Adalah faktor yang mempermudah terjadinya serangan,yaitu :
a. Faktor sensoris : cahaya yang berkedip-kedip, bunyi- bunyi yang mengejutkan,air panas.
b. Faktor sistemis : demam, penyakit infeksi,obat-obat tertentu misalnya golongan Efenotiazin, klorpropamid, hipoglikemia, kelelahan fisik.
c. Faktor mental : stress, gangguan emosi.


KLASIFIKASI EPILEPSI
1. Sawan Parsial (fokal, lokal)
- Sawan Parsial sederhana : kesadaran tetap normal
- Dengan gejala motorik
- Gejala Somatosensoris/sensoris spesial (sawan disertai halusinasi sederhana
yang mengenai kelima panca indra). Biasanya kesan yang muncul pada anak
kecil seolah ada teman bicara. Tapi orang dewasa tidak melihat teman
bicaranya.
- Gejala/tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrum,pucat,berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil)
- Gejala psikis (gangguan fungsi luhur) seperti : gangguan bicara, ingatan,
perasaan, orientasi waktu, berilusi, berhalusinasi.

2. Sawan Parsial Kompleks (disertai gangguan kesadaran)
- Serangan Parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran (mula-mula membaik,kemudian menurun)
- Dengan penurunan kesadaran sejak serangan.

3. Sawan umum (konvusif/non konvulsif)
- Sawan Iena (absence)
Pada sawan ini, kegiatan yang dikerjakan terhenti, muka
tampak membengong, bola mata dapat memutar keatas, tak ada reaksi bila
diajak bicara.
- Sawan Mioklonik
Terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau lemah sebagian otot
atau semua otot, sekali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai
pada semua umur.
- Sawan Klonik
Pada sawan ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku,
hanya terjadi kejang kelojot. Dijumpai terutama sekali pada anak.
- Sawan Tonik
Pada sawan ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku,
juga terdapat pada anak.
- Sawan Tonik – klonik.
Sering dijumpai pada umur diatas balita yang terkenal dengan nama
grandmal. Serangan dapat diawali dengan aura yaitu dengan tanda-tanda yang
mendahului sawan.
- Sawan Atonik
Seluruh otot badan mendadak melemas sehingga pasien terjatuh. Kesadaran
dapat tetap baik atau menurun sebentar. Terutama sekali dijumpai pada anak.

PENANGANAN DENGAN HERBAL
Epilepsi dapat ditangani dengan menggunakan produk MEDDIA Herbal yaitu kombinasi antara BANDRUX dan CANBAT. Lamanya pengobatan tergantung dari tingkat keparahan. Baca Selanjutnya....

Tetanus

Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat. Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan tetanospasmin. Tetanospamin merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani. Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease ". Dan pada tahun 1890, diketemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri. lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan pencegahan dari tetanus. (Nicalaier 1884, Behring dan Kitasato 1890). Spora Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh karena terpotong , tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi tali pusat (Tetanus Neonatorum ).

ETIOLOGI

Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif; Cloastridium tetani Bakteri ini berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin. Pada negara belum berkembang, tetanus sering dijumpai pada neonatus, bakteri masuk melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik, tetanus ini dikenal dengan nama tetanus neonatorum.

PATOGENESE

Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme,bekerja pada beberapa level dari susunan syaraf pusat, dengan cara :
  • Tobin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot.
  • Kharekteristik spasme dari tetanus ( seperti strichmine ) terjadi karena toksin mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord.
  • Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral ganglioside.
  • Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System (ANS ) dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikhardia, aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam urine. Kerja dari tetanospamin analog dengan strychninee, dimana ia mengintervensi fungsi dari arcus refleks yaitu dengan cara menekan neuron spinal dan menginhibisi terhadap batang otak.

Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan meningkatnya aktifitas dari neuron Yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas. Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:
  1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa kekornu anterior susunan syaraf pusat
  2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat.

PATHOLOGI


Toksin tetanospamin menyebar dari saraf perifer secara ascending bermigrasi secara sentripetal atau secara retrogard mcncapai CNS. Penjalaran terjadi didalam axis silinder dari sarung parineural. Teori terbaru berpendapat bahwa toksin juga menyebar secara luas melalui darah (hematogen) dan jaringan/sistem lymphatic.

GEJALA KLINIS

Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama 3 atau beberapa minggu). Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni:
1. Localited tetanus ( Tetanus Lokal )
2. Cephalic Tetanus
3. Generalized tetanus (Tctanus umum)

Selain itu ada lagi pembagian berupa neonatal tetanus.
Kharekteristik dari tetanus:
  • Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7 hari.
  • Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya
  • Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.
  • Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw ) karena spasme otot masetter.
  • Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk ( opistotonus , nuchal rigidity )
  • Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat.
  • Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai dengan
  • Eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik.
  • Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis ( pada anak ).

Baca Selanjutnya....

Kusta

Kusta atau Lepra atau disebut juga Penyakit Morbus Hansen, Penyakit Hansen adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernapasan atas; dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar.Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar di masyarakat, kusta tidak menyebabkan pelepasan anggota tubuh yang begitu mudah, seperti pada penyakit tzaraath

Sejarah

Konon, kusta telah menyerang manusia sejak 300 SM, dan telah dikenal oleh peradaban Tiongkok kuna, Mesir kuna, dan India. Pada 1995, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan terdapat dua hingga tiga juta jiwa yang cacat permanen karena kusta. Walaupun pengisolasian atau pemisahan penderita dengan masyarakat dirasakan kurang perlu dan tidak etis, beberapa kelompok penderita masih dapat ditemukan di berbagai belahan dunia, seperti India dan Vietnam.

Pengobatan yang efektif terhadap penyakit kusta ditemukan pada akir 1940-an dengan diperkenalkannya dapson dan derivatnya. Bagaimanapun juga, bakteri penyebab lepra secara bertahap menjadi kebal terhadap dapson dan menjadi kian menyebar. Hal ini terjadi hingga ditemukannya pengobatan multiobat pada awal 1980-an dan penyakit ini pun mampu ditangani kembali.

Ciri-ciri

Manifestasi klinis dari kusta sangat beragam, namun terutama mengenai kulit, saraf, dan membran mukosa. Pasien dengan penyakit ini dapat dikelompokkan lagi menjadi 'kusta tuberkuloid (Inggris: paucibacillary), kusta lepromatosa (penyakit Hansen multibasiler), atau kusta multibasiler (borderline leprosy). Kusta multibasiler, dengan tingkat keparahan yang sedang, adalah tipe yang sering ditemukan. Terdapat lesi kulit yang menyerupai kusta tuberkuloid namun jumlahnya lebih banyak dan tak beraturan; bagian yang besar dapat mengganggu seluruh tungkai, dan gangguan saraf tepi dengan kelemahan dan kehilangan rasa rangsang. Tipe ini tidak stabil dan dapat menjadi seperti kusta lepromatosa atau kusta tuberkuloid.

Kusta tuberkuloid ditandai dengan satu atau lebih hipopigmentasi makula kulit dan bagian yang tidak berasa (anestetik).

Kusta lepormatosa dihubungkan dengan lesi, nodul, plak kulit simetris, dermis kulit yang menipis, dan perkembangan pada mukosa hidung yang menyebabkan penyumbatan hidung (kongesti nasal) dan epistaksis (hidung berdarah) namun pendeteksian terhadap kerusakan saraf sering kali terlambat.

Tidak sejalan dengan mitos atau kepercayaan yang ada, penyakit ini tidak menyebabkan pembusukan bagian tubuh. Menurut penelitian yang lama oleh Paul Brand, disebutkan bahwa ketidakberdayaan merasakan rangsang pada anggota gerak sering menyebabkan luka atau lesi. Kini, kusta juga dapat menyebabkan masalah pada penderita AIDS.

Penyebab

Mycobacterium leprae adalah penyebab dari kusta. Sebuah bakteri yang tahan asam M. leprae juga merupakan bakteri aerobik, gram positif, berbentuk batang, dan dikelilimgi oleh membran sel lilin yang merupakan ciri dari spesies Mycobacterium. M. leprae belum dapat dikultur pada laboratorium.

Patofisiologi


Mekanisme penularan yang tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis telah dikemukakan seperti adanya kontak dekat dan penularan dari udara. Selain manusia, hewan yang dapat tekena kusta adalah armadilo, simpanse, dan monyet pemakan kepiting. Terdapat bukti bahwa tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman M. leprae menderita kusta, dan diduga faktor genetika juga ikut berperan, setelah melalui penelitian dan pengamatan pada kelompok penyakit kusta di keluarga tertentu. Belum diketahui pula mengapa dapat terjadi tipe kusta yang berbeda pada setiap individu. Faktor ketidakcukupan gizi juga diduga merupakan faktor penyebab.

Penyakit ini sering dipercaya bahwa penularannya disebabkan oleh kontak antara orang yang terinfeksi dan orang yang sehat. Dalam penelitian terhadap insidensi, tingkat infeksi untuk kontak lepra lepromatosa beragam dari 6,2 per 1000 per tahun di Cebu, Philipina hingga 55,8 per 1000 per tahun di India Selatan. Dua pintu keluar dari M. leprae dari tubuh manusia diperkirakan adalah kulit dan mukosa hidung. Telah dibuktikan bahwa kasus lepromatosa menunjukkan adnaya sejumlah organisme di dermis kulit. Bagaimanapun masih belum dapat dibuktikan bahwa organisme tersebut dapat berpindah ke permukaan kulit. Walaupun terdapat laporan bahwa ditemukanya bakteri tahan asam di epitel deskuamosa di kulit, Weddel et al melaporkan bahwa mereka tidak menemukan bakteri tahan asam di epidermis. Dalam penelitian terbaru, Job et al menemukan adanya sejumlah M. leprae yang besar di lapisan keratin superfisial kulit di penderita kusta lepromatosa. Hal ini membentuk sebuah pendugaan bahwa organisme tersebut dapat keluar melalui kelenjar keringat. Pentingnya mukosa hidung telah dikemukakan oleh Schäffer pada 1898. Jumlah dari bakteri dari lesi mukosa hidung di kusta lepromatosa, menurut Shepard, antara 10.000 hingga 10.000.000 bakteri. Pedley melaporkan bahwa sebagian besar pasien lepromatosa memperlihatkan adanya bakteri di sekret hidung mereka. Davey dan Rees mengindikasi bahwa sekret hidung dari pasien lepromatosa dapat memproduksi 10.000.000 organisme per hari.

Pintu masuk dari M. leprae ke tubuh manusia masih menjadi tanda tanya. Saat ini diperkirakan bahwa kulit dan saluran pernapasan atas menjadi gerbang dari masuknya bakteri. Rees dan McDougall telah sukses mencoba penularan kusta melalui aerosol di mencit yang ditekan sistem imunnya. Laporan yang berhasil juga dikemukakan dengan pencobaan pada mencit dengan pemaparan bakteri di lubang pernapasan. Banyak ilmuwan yang mempercayai bahwa saluran pernapasan adalah rute yang paling dimungkinkan menjadi gerbang masuknya bakteri, walaupun demikian pendapat mengenai kulit belum dapat disingkirkan.

Masa inkubasi pasti dari kusta belum dapat dikemukakan. Beberapa peneliti berusaha mengukur masa inkubasinya. Masa inkubasi minimum dilaporkan adalah beberapa minggu, berdasarkan adanya kasus kusta pada bayi muda. Masa inkubasi maksimum dilaporkan selama 30 tahun. Hal ini dilaporan berdasarkan pengamatan pada veteran perang yang pernah terekspos di daerah endemik dan kemudian berpindah ke daerah non-endemik. Secara umum, telah disetujui, bahwa masa inkubasi rata-rata dari kusta adalah 3-5 tahun.


Baca Selanjutnya....

Kista

Kista adalah tumor jinak di organ reproduksi perempuan yang paling sering ditemui. Bentuknya kistik, berisi cairan kental, dan ada pula yang berbentuk anggur. Kista juga ada yang berisi udara, cairan, nanah, ataupun bahan-bahan lainnya. Kista termasuk tumor jinak yang terbungkus selaput semacam jaringan. Kumpulan sel-sel tumor itu terpisah dengan jaringan normal di sekitarnya dan tidak dapat menyebar ke bagian tubuh lain. Itulah sebabnya tumor jinak relatif mudah diangkat dengan jalan pembedahan, dan tidak membahayakan kesehatan penderitanya.

Berdasarkan tingkat keganasannya, kista terbagi dua, yaitu non-neoplastik dan neoplastik. Kista non-neoplastik sifatnya jinak dan biasanya akan mengempis sendiri setelah 2 hingga 3 bulan. Sementara kista neoplastik umumnya harus dioperasi, namun hal itu pun tergantung pada ukuran dan sifatnya. Selain pada ovarium kista juga dapat tumbuh di vagina dan di daerah vulva (bagian luar alat kelamin perempuan). Kista yang tumbuh di daerah vagina, antara lain inklusi, duktus gartner, endometriosis, dan adenosis. Sedangkan kista yang tumbuh di daerah vulva, antara lain pada kelenjar bartholini, kelenjar sebasea serta inklusi epidermal.

Kista dapat memberikan berbagai keluhan seperti nyeri sewaktu haid, nyeri perut bagian bawah, sering merasa ingin buang air besar atau kecil, dan pada keadaan yang sudah lanjut dapat teraba benjolan pada daerah perut. Untuk jenis kista folikel, biasanya tidak memberikan rasa nyeri. Sehingga kebanyakan penderita tidak menyadarinya. Namun, jika kista pecah, misalnya saat berhubungan seksual, penderita akan merasa nyeri yang bertambah bila melakukan aktivitas fisik berat. Tidak seperti kista folikel, kista korpus luteum umumnya memberikan nyeri hanya pada satu sisi dari perut bagian bawah. Penderita juga mengalami perubahan pola haid, misalnya terlambat haid atau pendarahan diantara periode haid. Pendarahan vagina yang hebat dan tidak teratur jika berlangsung kronik dapat berakibat pada anemia. Nyeri perut yang timbul biasanya hebat dan dapat disertai mual dan muntah. Pembesaran perut juga sering terjadi pada beberapa jenis kista yang cenderung tumbuh makin besar.

Jenis Kista

Ada 4 macam kista indung telur. Kista fungsional, dermoid, cokelat (endometriosis) dan kista kelenjar (cystadenoma). Sampai saat ini masih belum diketahui bagaimana terjadinya kista. Biasanya tumbuh sangat pelan dan sering terjadi keganasan pada umur lebih 45 tahun. Dari keempat kista ini yang paling banyak dan justru sering mengecil sendiri seiring dengan membaiknya keseimbangan hormonal adalah kista fungsional. Sebagian besar kista tanpa gejala dan diketahui secara kebetulan pada waktu periksa dokter. Menurut pengalaman, diketahuinya menderita kista indung telur biasanya sewaktu periksa check up atau sewaktu periksa karena sebab lain. Selain itu juga dapat timbul gejala yang khas untuk kista indung telur dan sangat terkait dengan jenis kista indung telur.
  • Kista Fungsional. Sering tanpa gejala. Timbul gejala rasa sakit apabila disertai komplikasi seperti terpuntir atau pecah,tetapi komplikasi ini sangat jarang. Kista fungsional ini paling sering terjadi dan sangat jarang pada dua indung telur. Ia bisa mengecil sendiri dalam waktu 1-3 bulan.
  • Kista Dermoid. Kista ini terjadi karena jaringan dalam telur yang tidak dibuahi. Kemudian tumbuh menjadi beberapa jaringan seperti rambut, tulang dan lemak. Kista dapat terjadi pada dua indung telur dan biasanya tanpa gejala. Timbul gejala rasa sakit apabila kista terpuntir atau pecah.
  • Kista Cokelat (endometrioma). Terjadi karena lapisan di dalam rahim (yang biasanya terkelupas sewaktu haid dan terlihat keluar dari kemaluan seperti darah), tidak terletak dalam rahim tetapi melekat pada dinding luar indung telur. Akibat peristiwa ini setiap kali haid, lapisan tersebut menghasilkan darah haid, yang akan terus menerus tertimbun dan menjadi kista. Kista ini bisa pada satu atau dua indung telur. Timbul gejala utama yaitu rasa sakit terutama sewaktu haid atau sexual intercourse.
  • Kistadenoma. Berasal dari pembungkus indung telur yang tumbuh menjadi kista. Kista jenis ini juga dapat menyerang indung telur kanan dan kiri. Gejala yang timbul biasanya akibat penekanan pada bagian tubuh sekitar seperti kandung kencing sehingga dapat menyebabkan semacam ''beser''.

Kista Kambuhan Sebabkan Infertilitas

Kista endometriosis sebenarnya salah satu jenis kista yang tidak ganas dan bukan merupakan tumor sejati. Akan tetapi, kista ini menyebalkan karena kerap kambuh dan dapat mengganggu kesuburan perempuan. Demikian disampaikan ahli Onkologi dari subbagian Onkologi Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dr Sigid Pribudi SpOG dalam seminar Bahaya Kista Ovarium. Seminar diselenggarakan Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI) di Jakarta.
"Dalam kasus infertilitas, 10-15 persen disebabkan oleh kista kambuhan itu," katanya.

Kista endometriosis dapat timbul di indung telur, saluran telur, atau badan rahim. Menurut Sigid, meskipun belum diketahui persis faktor penyebab kekambuhan, dicurigai pengobatan yang tidak tuntas setelah operasi pengambilan kista jadi pemicunya.

Sebelumnya, angka kekambuhan kista endometriosis cukup tinggi yaitu sedikitnya 50 persen bahkan sebelum sampai setahun setelah kista diambil. Dengan pengobatan intensif seperti suntikan dan oral, angka kekambuhan bisa ditekan hingga 10-15 persen. Jika endometriosis menyerang indung telur cukup parah, indung telur terpaksa diambil. Namun, bila masih kecil, kurang dari 5 sentimeter, tindakan medis bisa dengan mengambil kistanya saja atau dibakar (kauterisasi). Jika hanya satu indung telur yang diserang, potensi bisa hamil masih ada.

Pemicu endometriosis

Penyebab kista endometriosis masih terus diteliti para ahli. Teori lama mengatakan, darah menstruasi masuk kembali ke saluran telur (tuba falopii) dengan membawa jaringan (endometrium) dari lapisan dinding rahim sehingga jaringan tersebut menetap dan tumbuh di luar rahim. Kista endometriosis kerap disebut kista coklat sebab berisi darah kecoklatan dan sel-sel endometrium. Meskipun bukan kista ganas, endometriosis perlu diwaspadai karena 26 persen dari kasus kista endometriosis dapat berlanjut menjadi kanker. Sayang, penyebabnya belum diketahui pasti. "Oleh karena itu sekarang ini ada semacam wacana baru, apakah benar kista endometriosis ini bukan semacam tumor? Hal itu masih menjadi studi para ahli," kata dr Sigid.

Salah satu penyebab kista endometriosis adalah mutasi genetik. Penyebab yang paling dicurigai adalah polutan, salah satunya asbes. Sebab itu, banyak kasus kista tersebut ditemui pada negara-negara industri. Bahkan, ada studi yang menemukan kasus ini kerap muncul pada perempuan karier di negara industri. "Dunia sudah semakin terpolusi, manusia semakin mengabaikan lingkungannya. Akibatnya dirinya sendiri yang terkena dampaknya," kata Sigid.

Perempuan yang berisiko cukup tinggi terhadap kista endometriosis adalah perempuan yang dalam keluarganya berriwayat kanker indung telur dan kanker payudara. Upaya preventif yang dapat dilakukan adalah memeriksakan diri secara teratur. Deteksi dini sangat membantu mengurangi keberlanjutan kista endometriosis menjadi lebih parah.

Penanganan dengan Herbal
Untuk mengatasi Kista, herbal yang digunakan yaitu kombinasi MEDDIA MEDDWA dan GUVA yang diminum secara bergantian pagi dan sore.
Baca Selanjutnya....

Rabu, 30 Desember 2009

Ataksia (Ataxia)

Ataksia sering muncul ketika bagian dari sistem saraf yang mengendalikan gerakan mengalami kerusakan. Penderita ataksia mengalami kegagalan kontrol otot pada tangan dan kaki mereka, sehingga menghasilkan kurangnya keseimbangan dan koordinasi atau gangguan gait (Glucosamine/chondroitin Arthritis Intervention Trial).

Ataksia Friedreich merupakan penyakit menurun yang menyebabkan kerusakan progresif terhadap sistem saraf sehingga menyebabkan gangguan gait dan masalah berbicara sampai penyakit jantung. Penyakit ini dinamakan seperti dokter Nicholaus Friedreich, yang pertama kali mendeskripsikan kondisi tersebut pada tahun 1980. Ataksia yang merupakan gangguan koordinasi seperti kikuk atau gerakan canggung dan tidak kokoh, muncul pada banyak penyakit dan kondisi. Ataksia Friedreich disebabkan kemunduran jaringan saraf pada urat saraf tulang belakang (spinal cord) dan saraf yang mengendalikan gerakan otot pada lengan dan kaki. Urat saraf menjadi tipis dan sel-sel saraf kehilangan serabut myelin. Ataksia Friedriech, meskipun jarang merupakan ataksia yang paling sering diturunkan dan terjadi pada wanita dan pria dengan risiko yang sama.

PENYEBAB

Sebagian besar gangguan yang menghasilkan ataksia menyebabkan bagian dari otak yang disebut serebelum (otak kecil) memburuk atau atrofi. Kadang urat saraf tulang belakang (spinal cord) juga terpengaruh. Degenerasi serebelar dan spinosereberal digunakan untuk mendeskripsikan perubahan yang terjadi pada sistem saraf manusia, namun bukan diagnosa yang spesifik. Degenerasi serebelar dan spinosereberal memiliki banyak penyebab.

GEJALA


Gejala dan waktu onset tergantung dari tipe ataksia. Bahkan terdapat banyak variasi dalam keluarga yang sama dengan tipe ataksia yang sama. Kelainan resesif umumnya menyebabkan gejala yang dimulai sejak masa kanak-kanak dibandingkan dewasa. Bagaimanapun, dalam tahun-tahun terakhir, sejak tes genetik tersedia, diketahui ataksia Friedreich mulai terjadi saat dewasa pada beberapa kasus. Ataksia dominan sering muncul pada umur 20 tahun sampai 30 tahun atau bahkan lebih tua lagi. Kadang individu dapat tidak menunjukkan gejala sampai usia 60 tahun. Biasanya keseimbangan dan koordinasi yang dipengaruhi pertama kali. Tidak adanya koordinasi tangan, lengan dan kaki dan kemampuan berbicara adalah gejala umum lainnya. Berjalan menjadi semakin sulit dan ditandai oleh berjalan dengan menempatkan kaki semakin jauh untuk mengimbangi keseimbangan yang buruk.

Gangguan koordinasi lengan dan tangan mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melakukan kontrol gerak yang baik seperti menulis dan memakan. Gerakan mata yang lambat dapat dilihat pada beberapa bentuk ataksia. Seiring berjalannya waktu, ataksia dapat mempengaruhi kemampuan berbicara & menelan.

Ataksia yang diwariskan merupakan kelainan degeneratif yang berkembang selama beberapa tahun. Seberapa parah dan kemungkinan berujung pada kematian tergantung tipe ataksia, usia dimulainya gejala dan faktor lain hanya sedikit dipahami saat ini. Komplikasi saluran pernapasan dapat menjadi fatal pada orang yang ?bed bound? atau memiliki masalah menelan yang parah.

DIAGNOSA

Diagnosa ataksia Friedreich dilakukan berdasarkan pemeriksaan klinis termasuk riwayat medis dan melalui pemeriksaan fisik. Tes yang dilakukan meliputi:
  • Elektromiogram (EMG), yang mengukur aktivitas elektrik sel-sel otot.
  • Studi pengantaran saraf, yang mengukur kecepatan saraf meneruskan rangsangan.
  • Elektrokardiogram (EKG), yang memberikan hasil grafik aktivitas elektrik atau pola denyut jantung
  • Ekokardiogram, yang merekam posisi dan gerakan otot jantung.
  • Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau scan computed tomography (CT) scan, yang menyediakan gambar otak dan urat saraf tulang belakang.
  • Ketukan tulang belakang (spinal tap) untuk mengevaluasi cairan serebrospinal.
  • Tes darah dan urin untuk mengetahui naiknya kadar glukosa.
  • Tes genetik untuk mengidentifikasi gen yang dipengaruhi.
(medicastore.com)

Baca Selanjutnya....