Kamis, 31 Desember 2009

Epilepsi

EPILEPSI adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etologi. Serangan adalah suatu gejala yang timbulnya tiba-tiba dan menghilang secara tiba-tiba pula.

FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB
1. Idiopatik : sebagian besar epilepsi pada anak adalah epilepsi idiopatik.
2. Faktor herediter : ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai
bangkitan kejang seperti sklerosis tuberosa, neurofibromatosis, angiomatosis,
ensefalo trigeminal, fenilketonuria, hipoparatiroidisme, hipoglikemia.
3. Faktor genetis : pada kejang demam dan breath holding spells.
4. Kelainan nongenital otak : Atrofi, porensifali, aganesis, korpus kolosum.
5. Gangguan metabolik : hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia.
6. Infeksi : radang yang disebabkan bakteri/virus pada otak dan selaputnya,
toksoplasmosis.
7. Trauma : Kontusio serebri, hematoma subbaraknoit, hematoma subdural.
8. Neoplasma otak dan selaputnya
9. Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen.
10. Keracunan : timbal (Pb), kamper (kapur barus), fenotiazin, air.
11. Lain-lain : penyakit darah, gangguan keseimbangan hormon, degenerasi serebral,dan lain-lain.
12. Faktor presipitasi Adalah faktor yang mempermudah terjadinya serangan,yaitu :
a. Faktor sensoris : cahaya yang berkedip-kedip, bunyi- bunyi yang mengejutkan,air panas.
b. Faktor sistemis : demam, penyakit infeksi,obat-obat tertentu misalnya golongan Efenotiazin, klorpropamid, hipoglikemia, kelelahan fisik.
c. Faktor mental : stress, gangguan emosi.


KLASIFIKASI EPILEPSI
1. Sawan Parsial (fokal, lokal)
- Sawan Parsial sederhana : kesadaran tetap normal
- Dengan gejala motorik
- Gejala Somatosensoris/sensoris spesial (sawan disertai halusinasi sederhana
yang mengenai kelima panca indra). Biasanya kesan yang muncul pada anak
kecil seolah ada teman bicara. Tapi orang dewasa tidak melihat teman
bicaranya.
- Gejala/tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrum,pucat,berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil)
- Gejala psikis (gangguan fungsi luhur) seperti : gangguan bicara, ingatan,
perasaan, orientasi waktu, berilusi, berhalusinasi.

2. Sawan Parsial Kompleks (disertai gangguan kesadaran)
- Serangan Parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran (mula-mula membaik,kemudian menurun)
- Dengan penurunan kesadaran sejak serangan.

3. Sawan umum (konvusif/non konvulsif)
- Sawan Iena (absence)
Pada sawan ini, kegiatan yang dikerjakan terhenti, muka
tampak membengong, bola mata dapat memutar keatas, tak ada reaksi bila
diajak bicara.
- Sawan Mioklonik
Terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau lemah sebagian otot
atau semua otot, sekali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai
pada semua umur.
- Sawan Klonik
Pada sawan ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku,
hanya terjadi kejang kelojot. Dijumpai terutama sekali pada anak.
- Sawan Tonik
Pada sawan ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku,
juga terdapat pada anak.
- Sawan Tonik – klonik.
Sering dijumpai pada umur diatas balita yang terkenal dengan nama
grandmal. Serangan dapat diawali dengan aura yaitu dengan tanda-tanda yang
mendahului sawan.
- Sawan Atonik
Seluruh otot badan mendadak melemas sehingga pasien terjatuh. Kesadaran
dapat tetap baik atau menurun sebentar. Terutama sekali dijumpai pada anak.

PENANGANAN DENGAN HERBAL
Epilepsi dapat ditangani dengan menggunakan produk MEDDIA Herbal yaitu kombinasi antara BANDRUX dan CANBAT. Lamanya pengobatan tergantung dari tingkat keparahan. Baca Selanjutnya....

Tetanus

Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat. Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan tetanospasmin. Tetanospamin merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani. Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease ". Dan pada tahun 1890, diketemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri. lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan pencegahan dari tetanus. (Nicalaier 1884, Behring dan Kitasato 1890). Spora Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh karena terpotong , tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi tali pusat (Tetanus Neonatorum ).

ETIOLOGI

Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif; Cloastridium tetani Bakteri ini berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin. Pada negara belum berkembang, tetanus sering dijumpai pada neonatus, bakteri masuk melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik, tetanus ini dikenal dengan nama tetanus neonatorum.

PATOGENESE

Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme,bekerja pada beberapa level dari susunan syaraf pusat, dengan cara :
  • Tobin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot.
  • Kharekteristik spasme dari tetanus ( seperti strichmine ) terjadi karena toksin mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord.
  • Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral ganglioside.
  • Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System (ANS ) dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikhardia, aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam urine. Kerja dari tetanospamin analog dengan strychninee, dimana ia mengintervensi fungsi dari arcus refleks yaitu dengan cara menekan neuron spinal dan menginhibisi terhadap batang otak.

Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan meningkatnya aktifitas dari neuron Yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas. Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:
  1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa kekornu anterior susunan syaraf pusat
  2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat.

PATHOLOGI


Toksin tetanospamin menyebar dari saraf perifer secara ascending bermigrasi secara sentripetal atau secara retrogard mcncapai CNS. Penjalaran terjadi didalam axis silinder dari sarung parineural. Teori terbaru berpendapat bahwa toksin juga menyebar secara luas melalui darah (hematogen) dan jaringan/sistem lymphatic.

GEJALA KLINIS

Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama 3 atau beberapa minggu). Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni:
1. Localited tetanus ( Tetanus Lokal )
2. Cephalic Tetanus
3. Generalized tetanus (Tctanus umum)

Selain itu ada lagi pembagian berupa neonatal tetanus.
Kharekteristik dari tetanus:
  • Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7 hari.
  • Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya
  • Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.
  • Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw ) karena spasme otot masetter.
  • Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk ( opistotonus , nuchal rigidity )
  • Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat.
  • Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai dengan
  • Eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik.
  • Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis ( pada anak ).

Baca Selanjutnya....

Kusta

Kusta atau Lepra atau disebut juga Penyakit Morbus Hansen, Penyakit Hansen adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernapasan atas; dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar.Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar di masyarakat, kusta tidak menyebabkan pelepasan anggota tubuh yang begitu mudah, seperti pada penyakit tzaraath

Sejarah

Konon, kusta telah menyerang manusia sejak 300 SM, dan telah dikenal oleh peradaban Tiongkok kuna, Mesir kuna, dan India. Pada 1995, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan terdapat dua hingga tiga juta jiwa yang cacat permanen karena kusta. Walaupun pengisolasian atau pemisahan penderita dengan masyarakat dirasakan kurang perlu dan tidak etis, beberapa kelompok penderita masih dapat ditemukan di berbagai belahan dunia, seperti India dan Vietnam.

Pengobatan yang efektif terhadap penyakit kusta ditemukan pada akir 1940-an dengan diperkenalkannya dapson dan derivatnya. Bagaimanapun juga, bakteri penyebab lepra secara bertahap menjadi kebal terhadap dapson dan menjadi kian menyebar. Hal ini terjadi hingga ditemukannya pengobatan multiobat pada awal 1980-an dan penyakit ini pun mampu ditangani kembali.

Ciri-ciri

Manifestasi klinis dari kusta sangat beragam, namun terutama mengenai kulit, saraf, dan membran mukosa. Pasien dengan penyakit ini dapat dikelompokkan lagi menjadi 'kusta tuberkuloid (Inggris: paucibacillary), kusta lepromatosa (penyakit Hansen multibasiler), atau kusta multibasiler (borderline leprosy). Kusta multibasiler, dengan tingkat keparahan yang sedang, adalah tipe yang sering ditemukan. Terdapat lesi kulit yang menyerupai kusta tuberkuloid namun jumlahnya lebih banyak dan tak beraturan; bagian yang besar dapat mengganggu seluruh tungkai, dan gangguan saraf tepi dengan kelemahan dan kehilangan rasa rangsang. Tipe ini tidak stabil dan dapat menjadi seperti kusta lepromatosa atau kusta tuberkuloid.

Kusta tuberkuloid ditandai dengan satu atau lebih hipopigmentasi makula kulit dan bagian yang tidak berasa (anestetik).

Kusta lepormatosa dihubungkan dengan lesi, nodul, plak kulit simetris, dermis kulit yang menipis, dan perkembangan pada mukosa hidung yang menyebabkan penyumbatan hidung (kongesti nasal) dan epistaksis (hidung berdarah) namun pendeteksian terhadap kerusakan saraf sering kali terlambat.

Tidak sejalan dengan mitos atau kepercayaan yang ada, penyakit ini tidak menyebabkan pembusukan bagian tubuh. Menurut penelitian yang lama oleh Paul Brand, disebutkan bahwa ketidakberdayaan merasakan rangsang pada anggota gerak sering menyebabkan luka atau lesi. Kini, kusta juga dapat menyebabkan masalah pada penderita AIDS.

Penyebab

Mycobacterium leprae adalah penyebab dari kusta. Sebuah bakteri yang tahan asam M. leprae juga merupakan bakteri aerobik, gram positif, berbentuk batang, dan dikelilimgi oleh membran sel lilin yang merupakan ciri dari spesies Mycobacterium. M. leprae belum dapat dikultur pada laboratorium.

Patofisiologi


Mekanisme penularan yang tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis telah dikemukakan seperti adanya kontak dekat dan penularan dari udara. Selain manusia, hewan yang dapat tekena kusta adalah armadilo, simpanse, dan monyet pemakan kepiting. Terdapat bukti bahwa tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman M. leprae menderita kusta, dan diduga faktor genetika juga ikut berperan, setelah melalui penelitian dan pengamatan pada kelompok penyakit kusta di keluarga tertentu. Belum diketahui pula mengapa dapat terjadi tipe kusta yang berbeda pada setiap individu. Faktor ketidakcukupan gizi juga diduga merupakan faktor penyebab.

Penyakit ini sering dipercaya bahwa penularannya disebabkan oleh kontak antara orang yang terinfeksi dan orang yang sehat. Dalam penelitian terhadap insidensi, tingkat infeksi untuk kontak lepra lepromatosa beragam dari 6,2 per 1000 per tahun di Cebu, Philipina hingga 55,8 per 1000 per tahun di India Selatan. Dua pintu keluar dari M. leprae dari tubuh manusia diperkirakan adalah kulit dan mukosa hidung. Telah dibuktikan bahwa kasus lepromatosa menunjukkan adnaya sejumlah organisme di dermis kulit. Bagaimanapun masih belum dapat dibuktikan bahwa organisme tersebut dapat berpindah ke permukaan kulit. Walaupun terdapat laporan bahwa ditemukanya bakteri tahan asam di epitel deskuamosa di kulit, Weddel et al melaporkan bahwa mereka tidak menemukan bakteri tahan asam di epidermis. Dalam penelitian terbaru, Job et al menemukan adanya sejumlah M. leprae yang besar di lapisan keratin superfisial kulit di penderita kusta lepromatosa. Hal ini membentuk sebuah pendugaan bahwa organisme tersebut dapat keluar melalui kelenjar keringat. Pentingnya mukosa hidung telah dikemukakan oleh Schäffer pada 1898. Jumlah dari bakteri dari lesi mukosa hidung di kusta lepromatosa, menurut Shepard, antara 10.000 hingga 10.000.000 bakteri. Pedley melaporkan bahwa sebagian besar pasien lepromatosa memperlihatkan adanya bakteri di sekret hidung mereka. Davey dan Rees mengindikasi bahwa sekret hidung dari pasien lepromatosa dapat memproduksi 10.000.000 organisme per hari.

Pintu masuk dari M. leprae ke tubuh manusia masih menjadi tanda tanya. Saat ini diperkirakan bahwa kulit dan saluran pernapasan atas menjadi gerbang dari masuknya bakteri. Rees dan McDougall telah sukses mencoba penularan kusta melalui aerosol di mencit yang ditekan sistem imunnya. Laporan yang berhasil juga dikemukakan dengan pencobaan pada mencit dengan pemaparan bakteri di lubang pernapasan. Banyak ilmuwan yang mempercayai bahwa saluran pernapasan adalah rute yang paling dimungkinkan menjadi gerbang masuknya bakteri, walaupun demikian pendapat mengenai kulit belum dapat disingkirkan.

Masa inkubasi pasti dari kusta belum dapat dikemukakan. Beberapa peneliti berusaha mengukur masa inkubasinya. Masa inkubasi minimum dilaporkan adalah beberapa minggu, berdasarkan adanya kasus kusta pada bayi muda. Masa inkubasi maksimum dilaporkan selama 30 tahun. Hal ini dilaporan berdasarkan pengamatan pada veteran perang yang pernah terekspos di daerah endemik dan kemudian berpindah ke daerah non-endemik. Secara umum, telah disetujui, bahwa masa inkubasi rata-rata dari kusta adalah 3-5 tahun.


Baca Selanjutnya....

Kista

Kista adalah tumor jinak di organ reproduksi perempuan yang paling sering ditemui. Bentuknya kistik, berisi cairan kental, dan ada pula yang berbentuk anggur. Kista juga ada yang berisi udara, cairan, nanah, ataupun bahan-bahan lainnya. Kista termasuk tumor jinak yang terbungkus selaput semacam jaringan. Kumpulan sel-sel tumor itu terpisah dengan jaringan normal di sekitarnya dan tidak dapat menyebar ke bagian tubuh lain. Itulah sebabnya tumor jinak relatif mudah diangkat dengan jalan pembedahan, dan tidak membahayakan kesehatan penderitanya.

Berdasarkan tingkat keganasannya, kista terbagi dua, yaitu non-neoplastik dan neoplastik. Kista non-neoplastik sifatnya jinak dan biasanya akan mengempis sendiri setelah 2 hingga 3 bulan. Sementara kista neoplastik umumnya harus dioperasi, namun hal itu pun tergantung pada ukuran dan sifatnya. Selain pada ovarium kista juga dapat tumbuh di vagina dan di daerah vulva (bagian luar alat kelamin perempuan). Kista yang tumbuh di daerah vagina, antara lain inklusi, duktus gartner, endometriosis, dan adenosis. Sedangkan kista yang tumbuh di daerah vulva, antara lain pada kelenjar bartholini, kelenjar sebasea serta inklusi epidermal.

Kista dapat memberikan berbagai keluhan seperti nyeri sewaktu haid, nyeri perut bagian bawah, sering merasa ingin buang air besar atau kecil, dan pada keadaan yang sudah lanjut dapat teraba benjolan pada daerah perut. Untuk jenis kista folikel, biasanya tidak memberikan rasa nyeri. Sehingga kebanyakan penderita tidak menyadarinya. Namun, jika kista pecah, misalnya saat berhubungan seksual, penderita akan merasa nyeri yang bertambah bila melakukan aktivitas fisik berat. Tidak seperti kista folikel, kista korpus luteum umumnya memberikan nyeri hanya pada satu sisi dari perut bagian bawah. Penderita juga mengalami perubahan pola haid, misalnya terlambat haid atau pendarahan diantara periode haid. Pendarahan vagina yang hebat dan tidak teratur jika berlangsung kronik dapat berakibat pada anemia. Nyeri perut yang timbul biasanya hebat dan dapat disertai mual dan muntah. Pembesaran perut juga sering terjadi pada beberapa jenis kista yang cenderung tumbuh makin besar.

Jenis Kista

Ada 4 macam kista indung telur. Kista fungsional, dermoid, cokelat (endometriosis) dan kista kelenjar (cystadenoma). Sampai saat ini masih belum diketahui bagaimana terjadinya kista. Biasanya tumbuh sangat pelan dan sering terjadi keganasan pada umur lebih 45 tahun. Dari keempat kista ini yang paling banyak dan justru sering mengecil sendiri seiring dengan membaiknya keseimbangan hormonal adalah kista fungsional. Sebagian besar kista tanpa gejala dan diketahui secara kebetulan pada waktu periksa dokter. Menurut pengalaman, diketahuinya menderita kista indung telur biasanya sewaktu periksa check up atau sewaktu periksa karena sebab lain. Selain itu juga dapat timbul gejala yang khas untuk kista indung telur dan sangat terkait dengan jenis kista indung telur.
  • Kista Fungsional. Sering tanpa gejala. Timbul gejala rasa sakit apabila disertai komplikasi seperti terpuntir atau pecah,tetapi komplikasi ini sangat jarang. Kista fungsional ini paling sering terjadi dan sangat jarang pada dua indung telur. Ia bisa mengecil sendiri dalam waktu 1-3 bulan.
  • Kista Dermoid. Kista ini terjadi karena jaringan dalam telur yang tidak dibuahi. Kemudian tumbuh menjadi beberapa jaringan seperti rambut, tulang dan lemak. Kista dapat terjadi pada dua indung telur dan biasanya tanpa gejala. Timbul gejala rasa sakit apabila kista terpuntir atau pecah.
  • Kista Cokelat (endometrioma). Terjadi karena lapisan di dalam rahim (yang biasanya terkelupas sewaktu haid dan terlihat keluar dari kemaluan seperti darah), tidak terletak dalam rahim tetapi melekat pada dinding luar indung telur. Akibat peristiwa ini setiap kali haid, lapisan tersebut menghasilkan darah haid, yang akan terus menerus tertimbun dan menjadi kista. Kista ini bisa pada satu atau dua indung telur. Timbul gejala utama yaitu rasa sakit terutama sewaktu haid atau sexual intercourse.
  • Kistadenoma. Berasal dari pembungkus indung telur yang tumbuh menjadi kista. Kista jenis ini juga dapat menyerang indung telur kanan dan kiri. Gejala yang timbul biasanya akibat penekanan pada bagian tubuh sekitar seperti kandung kencing sehingga dapat menyebabkan semacam ''beser''.

Kista Kambuhan Sebabkan Infertilitas

Kista endometriosis sebenarnya salah satu jenis kista yang tidak ganas dan bukan merupakan tumor sejati. Akan tetapi, kista ini menyebalkan karena kerap kambuh dan dapat mengganggu kesuburan perempuan. Demikian disampaikan ahli Onkologi dari subbagian Onkologi Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dr Sigid Pribudi SpOG dalam seminar Bahaya Kista Ovarium. Seminar diselenggarakan Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI) di Jakarta.
"Dalam kasus infertilitas, 10-15 persen disebabkan oleh kista kambuhan itu," katanya.

Kista endometriosis dapat timbul di indung telur, saluran telur, atau badan rahim. Menurut Sigid, meskipun belum diketahui persis faktor penyebab kekambuhan, dicurigai pengobatan yang tidak tuntas setelah operasi pengambilan kista jadi pemicunya.

Sebelumnya, angka kekambuhan kista endometriosis cukup tinggi yaitu sedikitnya 50 persen bahkan sebelum sampai setahun setelah kista diambil. Dengan pengobatan intensif seperti suntikan dan oral, angka kekambuhan bisa ditekan hingga 10-15 persen. Jika endometriosis menyerang indung telur cukup parah, indung telur terpaksa diambil. Namun, bila masih kecil, kurang dari 5 sentimeter, tindakan medis bisa dengan mengambil kistanya saja atau dibakar (kauterisasi). Jika hanya satu indung telur yang diserang, potensi bisa hamil masih ada.

Pemicu endometriosis

Penyebab kista endometriosis masih terus diteliti para ahli. Teori lama mengatakan, darah menstruasi masuk kembali ke saluran telur (tuba falopii) dengan membawa jaringan (endometrium) dari lapisan dinding rahim sehingga jaringan tersebut menetap dan tumbuh di luar rahim. Kista endometriosis kerap disebut kista coklat sebab berisi darah kecoklatan dan sel-sel endometrium. Meskipun bukan kista ganas, endometriosis perlu diwaspadai karena 26 persen dari kasus kista endometriosis dapat berlanjut menjadi kanker. Sayang, penyebabnya belum diketahui pasti. "Oleh karena itu sekarang ini ada semacam wacana baru, apakah benar kista endometriosis ini bukan semacam tumor? Hal itu masih menjadi studi para ahli," kata dr Sigid.

Salah satu penyebab kista endometriosis adalah mutasi genetik. Penyebab yang paling dicurigai adalah polutan, salah satunya asbes. Sebab itu, banyak kasus kista tersebut ditemui pada negara-negara industri. Bahkan, ada studi yang menemukan kasus ini kerap muncul pada perempuan karier di negara industri. "Dunia sudah semakin terpolusi, manusia semakin mengabaikan lingkungannya. Akibatnya dirinya sendiri yang terkena dampaknya," kata Sigid.

Perempuan yang berisiko cukup tinggi terhadap kista endometriosis adalah perempuan yang dalam keluarganya berriwayat kanker indung telur dan kanker payudara. Upaya preventif yang dapat dilakukan adalah memeriksakan diri secara teratur. Deteksi dini sangat membantu mengurangi keberlanjutan kista endometriosis menjadi lebih parah.

Penanganan dengan Herbal
Untuk mengatasi Kista, herbal yang digunakan yaitu kombinasi MEDDIA MEDDWA dan GUVA yang diminum secara bergantian pagi dan sore.
Baca Selanjutnya....

Rabu, 30 Desember 2009

Ataksia (Ataxia)

Ataksia sering muncul ketika bagian dari sistem saraf yang mengendalikan gerakan mengalami kerusakan. Penderita ataksia mengalami kegagalan kontrol otot pada tangan dan kaki mereka, sehingga menghasilkan kurangnya keseimbangan dan koordinasi atau gangguan gait (Glucosamine/chondroitin Arthritis Intervention Trial).

Ataksia Friedreich merupakan penyakit menurun yang menyebabkan kerusakan progresif terhadap sistem saraf sehingga menyebabkan gangguan gait dan masalah berbicara sampai penyakit jantung. Penyakit ini dinamakan seperti dokter Nicholaus Friedreich, yang pertama kali mendeskripsikan kondisi tersebut pada tahun 1980. Ataksia yang merupakan gangguan koordinasi seperti kikuk atau gerakan canggung dan tidak kokoh, muncul pada banyak penyakit dan kondisi. Ataksia Friedreich disebabkan kemunduran jaringan saraf pada urat saraf tulang belakang (spinal cord) dan saraf yang mengendalikan gerakan otot pada lengan dan kaki. Urat saraf menjadi tipis dan sel-sel saraf kehilangan serabut myelin. Ataksia Friedriech, meskipun jarang merupakan ataksia yang paling sering diturunkan dan terjadi pada wanita dan pria dengan risiko yang sama.

PENYEBAB

Sebagian besar gangguan yang menghasilkan ataksia menyebabkan bagian dari otak yang disebut serebelum (otak kecil) memburuk atau atrofi. Kadang urat saraf tulang belakang (spinal cord) juga terpengaruh. Degenerasi serebelar dan spinosereberal digunakan untuk mendeskripsikan perubahan yang terjadi pada sistem saraf manusia, namun bukan diagnosa yang spesifik. Degenerasi serebelar dan spinosereberal memiliki banyak penyebab.

GEJALA


Gejala dan waktu onset tergantung dari tipe ataksia. Bahkan terdapat banyak variasi dalam keluarga yang sama dengan tipe ataksia yang sama. Kelainan resesif umumnya menyebabkan gejala yang dimulai sejak masa kanak-kanak dibandingkan dewasa. Bagaimanapun, dalam tahun-tahun terakhir, sejak tes genetik tersedia, diketahui ataksia Friedreich mulai terjadi saat dewasa pada beberapa kasus. Ataksia dominan sering muncul pada umur 20 tahun sampai 30 tahun atau bahkan lebih tua lagi. Kadang individu dapat tidak menunjukkan gejala sampai usia 60 tahun. Biasanya keseimbangan dan koordinasi yang dipengaruhi pertama kali. Tidak adanya koordinasi tangan, lengan dan kaki dan kemampuan berbicara adalah gejala umum lainnya. Berjalan menjadi semakin sulit dan ditandai oleh berjalan dengan menempatkan kaki semakin jauh untuk mengimbangi keseimbangan yang buruk.

Gangguan koordinasi lengan dan tangan mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melakukan kontrol gerak yang baik seperti menulis dan memakan. Gerakan mata yang lambat dapat dilihat pada beberapa bentuk ataksia. Seiring berjalannya waktu, ataksia dapat mempengaruhi kemampuan berbicara & menelan.

Ataksia yang diwariskan merupakan kelainan degeneratif yang berkembang selama beberapa tahun. Seberapa parah dan kemungkinan berujung pada kematian tergantung tipe ataksia, usia dimulainya gejala dan faktor lain hanya sedikit dipahami saat ini. Komplikasi saluran pernapasan dapat menjadi fatal pada orang yang ?bed bound? atau memiliki masalah menelan yang parah.

DIAGNOSA

Diagnosa ataksia Friedreich dilakukan berdasarkan pemeriksaan klinis termasuk riwayat medis dan melalui pemeriksaan fisik. Tes yang dilakukan meliputi:
  • Elektromiogram (EMG), yang mengukur aktivitas elektrik sel-sel otot.
  • Studi pengantaran saraf, yang mengukur kecepatan saraf meneruskan rangsangan.
  • Elektrokardiogram (EKG), yang memberikan hasil grafik aktivitas elektrik atau pola denyut jantung
  • Ekokardiogram, yang merekam posisi dan gerakan otot jantung.
  • Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau scan computed tomography (CT) scan, yang menyediakan gambar otak dan urat saraf tulang belakang.
  • Ketukan tulang belakang (spinal tap) untuk mengevaluasi cairan serebrospinal.
  • Tes darah dan urin untuk mengetahui naiknya kadar glukosa.
  • Tes genetik untuk mengidentifikasi gen yang dipengaruhi.
(medicastore.com)

Baca Selanjutnya....

9 Penyakit Menular dari Satwa Liar

Hepatitis

Di seluruh dunia diperkirakan 2 milyar manusia telah terinfeksi penyakit hepatitis. Dua juta orang meninggal tiap tahunnya atau tiap menitnya ada 4 orang meninggal akibat kasus penyakit tersebut. Kecepatan penularan penyakit hepatitis 4 kali lebih cepat dari penyakit HIV. Penularan penularan penyakit hepatitis ini melalui aliran darah, plasenta bayi bagi ibu yang mengandung serta cairan tubuh seperti sperma, vagina, dan air liur. Orang yang terkena hepatitis, hatinya akan rusak. Perutnya tampak membesar, muntah, diare dan kulit berwarna kekuningan. Fungsi hati yang menyaring racun telah hancur oleh virus ini, akibatnya kematian mengancam penderita hepatitis. Satwa primata (bangsa kera dan monyet) dapat menularkan penyakit hepatitis melalui gigitan atau cakaran. Hati-hati memelihara primata, karena barangkali primata itu terinveksi hepatitis dan sekali dia menggigit anda maka anda berisiko tertular hepatitis.

Tuberculosa (TBC)

TBC adalah penyakit yang menyebabkan kematian terbesar kedua di Indonesia. Gejala yang ditimbulkan antara lain gangguan pernafasan seperti sesak nafas, batuk sampai berdarah, badan tampak kurus kering dan lemah. Penularan penyakit ini sangat cepat karena ditularkan melalui saluran pernafasan. Selain manusia satwapun dapat terinfeksi dan menularkan penyakit TBC melalui kotorannya. Jika kotoran satwa yang terinveksi itu terhirup oleh manusia maka membuka peluang manusia akan terinveksi juga penyakit TBC. Penyakit Tuberculosis bersifat menahun atau berjalan kronis, sehingga gejala klinisnya baru muncul jika sudah parah. Satwa yang punya potensi besar menularkan penyakit TBC ke manusia adalah primata, misalnya orangutan, owa dan siamang.

Rabies

Penyakit mematikan yang disebabkan oleh virus ini dikenal juga sebagai penyakit anjing gila. Penyakit yang menyerang susunan syaraf pusat ini dapat ditularkan ke manusia lewat gigitan satwa. Kasus gigitan hewan penyebar rabies adalah anjing (90%), kucing (3%), kera (3%) dan satwa lain (1%). Gejala yang ditimbulkan bila terinfeksi rabies pertama-tama adalah tingkah laku yang abnormal dan sangat sensitif (mudah marah), kelumpuhan dan kekejangan pada anggota gerak. Penderita akan mati karena kesulitan untuk bernafas dan menelan dalam kurun waktu 2-10 hari.

Cacingan

Cacingan sering dianggap penyakit yang ringan, padahal penyebab kematian terbesar satwa dipelihara oleh manusia dalam kondisi buruk adalah penyakit ini. Stress dapat meningkatkan jumlah infeksi cacing dalam tubuh. Dengan ukuran yang sangat kecilyaitu 0,01-0,1 mm, sangat memudah bagi parasit menular ke semua satwa termasuk manusia. Diare, badan kurus, kekurangan cairan (dehidrasi), anemia serta badan lemas merupakan gejala awal yang ditimbulkan oleh adanya infeksi cacing. Kejang-kejang pada seluruh anggota gerak, perut membesar dan keras akibat adanya timbunan gas (kembung) merupakan tanda bahwa racun telah menyebar ke seluruh tubuh. Bila tidak segera diobati maka kematian akan menjemput penderitanya. Hampir semua satwa yang berpotensi menularkan penyakit cacingan, misalnya primata, musang, kucing, burung nuri, kakatua, dan lain-lain.

Toxoplasmosis

Penyakit ini ditakuti oleh kaum wanita karena menyebabkan kemandulan atau selalu keguguran bila mengandung. Bayi yang lahir dengan kondisi cacatpun juga dapat di sebabkan oleh penyakit ini. Penyakit Toxoplasmosis disebarkan oleh satwa bangsa kucing, misalnya kucing hutan, harimau atau juga kucing rumahan. Penularan kepada manusia melalui empat cara yaitu: secara tidak sengaja menelan makanan atau minuman yang telah tercemar Toxoplasama, memakan makanan yang berasal dari daging yang mengandung parasit Toxopalsma dan tidak dimasak secara sempurna/setengah matang. Penularan lain adalah infeksi penyakit yang ditularkan melalui placenta bayi dalam kandungan bagi ibu yang mengandung. Cara penularan terakhir adalah melalui transfusi darah.

Psitacosis

Walaupun belum ada laporan tentang kasus penyakit Psittacosis yang diderita oleh manusia tetapi penyakit yang disebarkan oleh burung paruh bengkok (nuri dan kakatua) ini dapat menyebabkan gangguan pernafasan. Penularannya bisa lewat kotoran burung yang kemudian terhirup oleh manusia. Gejala klinik yang ditimbulkan antara lain adalah gangguan pernafasan mulai dari sesak nafas sampai peradangan pada saluran pernafasan, diare, tremor serta kelemahan pada anggota gerak. Kondisi akan semakin parah bila penderita dalam kondisi stress dan makanan yang kekurangan gizi.

Salmonellosis

Bakteri Salmonella masuk ke tubuh penderita melalui makanan atau minuman yang tercemar bakteri ini. Akibat yang ditimbulkan bila terinfeksi bakteri Salmonella adalah peradangan pada saluran pencernaan sampai rusaknya dinding usus. Akibatnya penderita akan mengalami diare, sari makanan yang masuk dalam tubuh tidak dapat terserap dengan baik sehingga penderita akan tampak lemah dan kurus. Racun yang dihasilkan oleh bakteri Salmonella menyebabkan kerusakan otak, organ reproduksi wanita bahkan yang sedang hamilpun dapat mengalami keguguran. Satwa yang bisa menularkan penyakit salmonella ini antara lain primata, iguana, ular, dan burung.

Leptospirosis

Penyakit yang disebabkan oleh sejenis kuman ini menyerang semua jenis satwa termasuk manusia. Organ tubuh yang paling disukai oleh kuman ini tumbuh subur adalah ginjal dan organ reproduksi. Penularan penyakit berawal dari adanya luka yang terbuka dan terkontaminasi dengan air kencing atau cairan dari organ reproduksi. Bakan makanan atau minuman yang tercemarpun dapat menyebakan infeksi masuk dalam tubuh. Gejala yang mudah diamati bila terinfeksi penyakit ini adalah air kencing berubah menjadi merah karena ginjal penderita mengalami perdarahan. Selain itu kepala akan mengalami sakit yang luar biasa, depresi, badan lemah bahkan wanita hamil juga akan mengalami keguguran. Sampai saat ini belum ada vaksin Leptospira untuk manusia, yang tersedia hanya untuk satwa. Satwa yang bisa menularkan penyakit mengerikan ini adalah anjing, kucing, harimau, tikus, musang, jelarang dan tupai.

Herpes

Adanya pelepuhan kulit di seluruh tubuh merupakan gejala awal yang ditimbulkan bila terinfeksi virus herpes. Virus ini bisa berakibat kematian bagi bangsa primata. Manusia dapat tertular dari gigitan atau cakaran satwa yang mengandung virus tersebut. Penderita penyakit ini akan mengalami dehidrasi akibat pelepuhan kulit dan akhirnya kematian akan menjemputnya. Hati-hati jika memelihara primata seperti monyet, lutung, owa, siamang, orangutan, dan lain-lain. Bisa jadi primata yang anda pelihara itu ternyata menderita herpes.

Oleh: Drh. Luki Kusuma Wardhani (http://www.profauna.org/content/id/9_penyakit_menular_dari_satwa_liar.html)
Baca Selanjutnya....

Meningitis

Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meninges, yaitu membrane atau selaput yang melapisi otak (brain) dan syaraf tunjang (spinal cord). Meningitis dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri atau mikroorganisme lain, dan sedikit sekali yang sebabkan oleh obat-obatan. Meningitis dapat mengancam jiwa karena kedekatan peradangan pada otak dan saraf tunjang (spinal cord) ini, sehingga kondisinya diklasifikasikan sebagai keadaan darurat medis.

Gejala Penyakit Meningitis

Gejala Penyakit Meningitis yang paling umum adalah sakit kepala dan leher kaku berhubungan dengan demam, kebingungan atau kesadaran yang berubah, muntah, dan ketidakmampuan untuk mentoleransi cahaya (photophobia) atau suara keras (phonophobia). Kadang-kadang, terutama pada anak kecil, hanya gejala nonspesifik mungkin muncul, seperti mudah marah dan kantuk. Jika terjadi ruam-ruam pada tubuh, hal itu mungkin menunjukkan penyebab tertentu meningitis; misalnya, meningitis yang disebabkan oleh bakteri meningokokus (meningococal bacteria) dapat disertai oleh ruam yang khas.

Pada bayi gejala dan tanda penyakit meningitis mungkin sangatlah sulit diketahui, namun umumnya bayi akan tampak lemah dan pendiam (tidak aktif), gemetaran, muntah dan enggan menyusui.

Penyebab Penyakit Meningitis

Meningitis biasanya disebabkan oleh infeksi virus atau mikroorganisme. Kebanyakan kasus penyakit meningitis disebabkan oleh infeksi virus, infeksi bakteri, jamur, dan parasit menjadi penyebab paling umum berikutnya. Penyakit Meningitis juga bisa dari berbagai penyebab non-infeksius, seperti karena obat-obatan misalnya atau bisa juga penyebaran kanker ke meninges (malignant meningitis).

Virus yang dapat menyebabkan meningitis termasuk enterovirus, herpes simplex virus tipe 2 (dan kurang umum tipe 1), varicella zoster virus (dikenal sebagai penyebab cacar air dan ruam saraf), virus gondok, HIV, dan LCMV.

Bakteri yang dapat mengakibatkan serangan meningitis diantaranya :

1. Streptococcus pneumoniae (pneumococcus).
Bakteri ini yang paling umum menyebabkan meningitis pada bayi ataupun anak-anak. Jenis bakteri ini juga yang bisa menyebabkan infeksi pneumonia, telinga dan rongga hidung (sinus).

2. Neisseria meningitidis (meningococcus).
Bakteri ini merupakan penyebab kedua terbanyak setelah Streptococcus pneumoniae, Meningitis terjadi akibat adanya infeksi pada saluran nafas bagian atas yang kemudian bakterinya masuk kedalam peredaran darah.

3. Haemophilus influenzae (haemophilus).
Haemophilus influenzae type b (Hib) adalah jenis bakteri yang juga dapat menyebabkan meningitis. Jenis virus ini sebagai penyebabnya infeksi pernafasan bagian atas, telinga bagian dalam dan sinusitis. Pemberian vaksin (Hib vaccine) telah membuktikan terjadinya angka penurunan pada kasus meningitis yang disebabkan bakteri jenis ini.

4. Listeria monocytogenes (listeria).
Ini merupakan salah satu jenis bakteri yang juga bisa menyebabkan meningitis. Bakteri ini dapat ditemukan dibanyak tempat, dalam debu dan dalam makanan yang terkontaminasi. Makanan ini biasanya yang berjenis keju, hot dog dan daging sandwich yang mana bakteri ini berasal dari hewan lokal (peliharaan).

5. Bakteri lainnya yang juga dapat menyebabkan meningitis adalah Staphylococcus aureus dan Mycobacterium tuberculosis.

Penanganan dan Pengobatan Penyakit Meningitis

Pasien yang diduga mengalami Meningitis haruslah dilakukan suatu pemeriksaan yang akurat, baik itu disebabkan virus, bakteri ataupun jamur. Hal ini diperlukan untuk spesifikasi pengobatannya, karena masing-masing akan mendapatkan therapy sesuai penyebabnya.

Pencegahan Tertularnya Penyakit Meningitis

Meningitis yang disebabkan oleh virus dapat ditularkan melalui batuk, bersin, ciuman, sharing makan 1 sendok, pemakaian sikat gigi bersama dan merokok bergantian dalam satu batangnya. Maka bagi anda yang mengetahui rekan atau disekeliling ada yang mengalami meningitis jenis ini haruslah berhati-hati. Mancuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah ketoilet umum, memegang hewan peliharaan. Menjaga stamina (daya tahan) tubuh dengan makan bergizi dan berolahraga yang teratur adalah sangat baik menghindari berbagai macam penyakit.

Baca Selanjutnya....

Edema

Edema adalah penimbunan cairan secara berlebihan di antara sel-sel tubuh atau di dalam berbagai rongga tubuh. Keadaan ini sering dijumpai pada praktek klinik sehari-hari yang terjadi sebagai akibat ketidakseimbangan faktor-faktor yang mengontrol perpindahan cairan tubuh, antara lain gangguan hemodinamik sistem kapiler yang menyebabkan retensi natrium dan air, penyakit ginjal serta perpindahannya air dari intravascular ke intestinum. Pembengkakan jaringan akibat kelebihan cairan interstisium dikenal sebagai edema.

Penyebab edema dapat dikelompokan menjadi empat kategori umum:
  • Penurunan konsentrasi protein plasma menyebabkan penurunan tekanan osmotik plasma.penurunan ini menyebabkan filtrasi cairan yang keluar dari pembuluh lebih tinggi, sementara jumlah cairan yang direabsorpsi kurang dari normal ; dengan demikian terdapat cairan tambahan yang tertinggal diruang –ruang interstisium. Edema yang disebabkan oleh penurunan konsentrasi protein plasma dapat terjadi melalui beberapa cara : pengeluaran berlebihan protein plasma di urin akibat penyakit ginjal ; penurunan sintesis protein plasma akibat penyakit hati (hati mensintesis hampir semua protein plasma) ; makanan yang kurang mengandung protein ; atau pengeluaran protein akibat luka bakar yang luas .
  • Peningkatan permeabilitas dinding kapiler menyebabkan protein plasma yang keluar dari kapiler ke cairan interstisium disekitarnya lebih banyak. Sebagai contoh, melalui pelebaran pori–pori kapiler yang dicetuskan oleh histamin pada cedera jaringan atau reaksi alergi . Terjadi penurunan tekanan osmotik koloid plasma yang menurunkan kearah dalam sementara peningkatan tekanan osmotik koloid cairan interstisium yang diseabkan oleh kelebihan protein dicairan interstisium meningkatkan tekanan kearah luar. ketidakseimbangan ini ikut berperan menimbulkan edema lokal yang berkaitan dengan cedera (misalnya , lepuh) dan respon alergi (misalnya, biduran).
  • Peningkatan tekanan vena , misalnya darah terbendung di vena , akan disertai peningkatan tekanan darah kapiler, kerena kapiler mengalirkan isinya kedalam vena. peningkatan tekanan kearah dinding kapiler ini terutama berperan pada edema yang terjadi pada gagal jantung kongestif. Edema regional juga dapat terjadi karena restriksi lokal aliran balik vena. Salah satu contoh adalah adalah pembengkakan di tungkai dan kaki yang sering terjadi pada masa kehamilan. Uterus yang membesar menekan vena –vena besar yang mengalirkan darah dari ekstremitas bawah pada saat vena-vena tersebut masuk ke rongga abdomen. Pembendungan darah di vena ini menyebabkan kaki yang mendorong terjadinya edema regional di ekstremitas bawah.
  • Penyumbatan pembuluh limfe menimbulkan edema, karena kelebihan cairan yang difiltrasi keluar tertahan di cairan interstisium dan tidak dapat dikembalikan ke darah melalui sistem limfe. Akumulasi protein di cairan interstisium memperberat masalah melalui efek smotiknya. Penyumbatan limfe lokal dapat terjadi, misalnya di lengan wanita yang saluran-saluran drainase limfenya dari lengan yang tersumbat akibat pengangkatan kelenjar limfe selama pembedahan untuk kanker payudara. Penyumbatan limfe yang lebih meluas terjadi pada filariasis, suatu penyakit parasitic yang ditularkan melalui nyamuk yang terutama dijumpai di daerah-daerah tropis. Pada penyakit ini, cacing-cacing filaria kecil mirip benang menginfeksi pembuluh limfe sehingga terjadi gangguan aliran limfe. Bagian tubuh yang terkena, terutama skrotum dan ekstremitas, mengalami edema hebat.Kelainan ini sering disebut sebagai elephantiasis, karena ekstremitas yang membengkak seperti kaki gajah. Apapun penyebab edema, konsenkuensi pentingnya adalah penurunan pertukaran bahan-bahan antara darah dan sel. Sering dengan akumulasi cairan interstisium, jarak antara sel dan darah yang harus ditempuh oleh nutrient, O2, dan zat-zat sisa melebar sehingga kecepatan difusi berkurang. Dengan demikian, sel-sel di dalam jaringan yang edematosa mungkin kurang mendapat pasokan darah.
Gejala dan Tanda
  1. Distensi vena jugularis, Peningkatan tekanan vena sentral
  2. Peningkatan tekanan darah, Denyut nadi penuh, kuat
  3. Melambatnya waktu pengosongan vena-vena tangan
  4. Edema perifer dan periorbita
  5. Asites, Efusi pleura, Edema paru akut (dispnea,takipnea,ronki basah di seluruh lapangan paru)
  6. Penambahan berat badan secara cepat : penambahan 2% = kelebihan ringan,penambahna 5% = kelebihan sedang, penambahan 8% = kelebihan berat
  7. Hasil laboratorium : penurunan hematokrit, protein serum rendah, natrium serum normal, natrium urine rendah
Penanganan dengan Herbal
STAMED dapat digunakan untuk terapi edema, yang berfungsi memperbaiki organ-organ vital tubuh serta meningkatkan stamina.
(http://ilmukedokteran.net/pdf/Daftar-Masalah-Individu/edema.pdf)
Baca Selanjutnya....

Cytomegalovirus (CMV)

Cytomegalovirus atau disingkat CMV merupakan anggota “keluarga” virus herpes yang biasa disebut herpesviridae. CMV sering disebut sebagai “virus paradoks” karena bila menginfeksi seseorang dapat berakibat fatal, atau dapat juga hanya diam di dalam tubuh penderita seumur hidupnya. Pada awal infeksi, CMV aktif menggandakan diri. Sebagai respon, sistem kekebalan tubuh akan berusaha mengatasi kondisi tersebut, sehingga setelah beberapa waktu virus akan menetap dalam cairan tubuh penderita seperti darah, air liur, urin, sperma, lendir vagina, ASI, dan sebagainya. Penularan CMV dapat terjadi karena kontak langsung dengan sumber infeksi tersebut, dan bukan melalui makanan, minuman atau dengan perantaraan binatang. Cytomegalovirus juga jarang ditemukan pada trasfusi darah.

Karakteristik CMV

Karakteristik CMV adalah sebagai berikut: termasuk famili Herpesvirus, diameter virion 100-200 nanomikron, mempunyai selubung lipoprotein (envelope), bentuk ikosahedral nukleokapsid, dengan asam nukleat berupa DNA double-stranded. Nama "Cytomegalo" mengacu pada ciri khas pembesaran sel yang terinfeksi virus, di dalam nukleusnya, dijumpai inclusion bodies, dan membesar berbentuk menyerupai mata burung hantu (owl’s eye). Cytomegalovirus dapat dipisahkan dari virus herpes lainnya dengan menggunakan perangkat biologi seperti jenis semang dan jenis sitopatologi yang ditimbulkan. Pembelahan virus dihubungkan dengan produksi inklusi intranukleus yang besar dan inklusi intrasitoplasma yang lebih kecil. Virus ini tampaknya bereplikasi dalam berbagai jenis sel in vivo; pada biakan jaringan virus lebih banyak bereplikasi di fibroblast.

Masih belum jelas apakah sitomegalovirus bersifat onkogenik dalam tubuh. Walaupun jarang sekali, virus ini dapat mengubah bentuk fibroblast, dan pecahan gen perubah bentuk ini telah ditemukan. CMV cepat menyebar biasanya melalui berbagai macam cairan tubuh orang yang telah terinfeksi CMV, seperti contohnya air seni, air liur, darah, air mata, mani, dan air susu ibu. Penyebaran virus ini dapat berlangsung tanpa adanya gejala-gejala klinis terlebih dahulu. Penularan dapat juga terjadi diantara ibu dengan janin dan pada transfuse organ atau cangkok pada bagian badan tertentu.

Pathofisiologi

CMV merupakan virus litik yang menyebabkan efek sitopatik in vivo dan in vitro. Tanda patologi dari infeksi CMV adalah sebuah pembesaran sel dengan tubuh yang terinfeksi virus.sel yang menunjukan cytomegaly biasanya terlihat pada infeksi yang disebabkan oleh betaherpesvirinae lain. Meskipun berdasarkan pertimbangan diagnosa, penemuan histological tersebut kemungkinannya minimal atau tidak ada pada organ yang trinfeksi. Ketika inang telah terinfeksi, DNA CMV dapat di deteksi oleh polymerase chain reaction (PCR) di dalam semua keturunan sel atau dan sistem organ didalam sistem tubuh. Pada permulaannya,CMV menginfeksi sel epitel dari kelenjar saliva, menghasilkan infeksi yang terus menerus dan pertahanan virus. Infeksi dari sistem genitif memberi kepastian klinik yang tidak konsekuen. Meskipun replikasi virus pada ginjal berlangsung terus-menerus, disfungsi ginjal jarang terjadi pada penerima transplantasi ginjal.

Patogenesis

Infeksi bawaan cytomegalovirus dapat terjadi karena infeksi primer atau reaktivasi dari ibu. Namun, penyakit yang diderita janin atau bayi yang baru lahir dikaitkan dengan infeksi primer ibu. Infeksi primer pada usia anak atau dewasa lebih sering dikaitkan dengan respon limfosit T yang hebat. Respon limfosit T dapat mengakibatkan timbulnya simdroma mononukleosis yang serupa seperti dialami setelah infeksi virus Epstein-Barr. Tanda khas infeksi ini adalah adanya limfosit atipik pada darah tepi. Sekali terkena, selama masa simtomatis infeksi primer, cytomegalovirus menetap pada jaringan induk semangnya. Tempat infeksi yang menetap dan laten melibatkan bermacam sel dan organ tubuh. Penularan transfusi darah atau transplantasi organ berkaitan dengan infeksi terselubung dalam jaringan ini. Penelitian bedah mayat menunjukan kelenjar liur dan usus merupakan tempat terdapat infeksi yang laten. Stimulasi antigen kronis (seperti yang timbul setelah transplantasi organ) disertai melemahnya sistem imun merupakan keadaan yang paling sesuai untuk pengaktifan cytomegalovirus dan penyakit yang disebabkan oleh cytomegalovirus. Cytomegalovirus dapat menyebabkan respons limfosit T yang lemah, yang sering kali mengakibatkan superinfeksi oleh kuman oportunistik. Cytomegalovirus juga dapat mejadi faktor pembantu dalam mengaktifkan infeksi laten HIV.

Penyakit yang Berhubungan

Salah satu penyakit yang disebabkan oleh cytomegalovius adalah CMV retinitis. Ini mempengaruhi mata yang menyebabkan kerusakan retina. Kemungkinan dari perkembangan CMV retinitis meningkat, jumlah dari sel CD4 berkurang. CMV retinitis mungkin mempengaruhi salah satu mata terlebih dahulu,tetapi biasanya berlanjut ke mata yang satunya dan menjadi bertambah buruk seiring dengan menurunnya kemampuan pasien melawan infeksi tersebut.virus tersebut sedang mengancam dan biasanya meminta perhatian dan perawatan dari ahli bedah mata.pasien dengan CMV retinitis beresiko untuk kehilangan retina, pendarahan, dan peradangan pada retina yang dapat menyebabkan kehilangan penglihatan permanen dan menjadi buta.

Gejala dan Tanda-tanda

CMV retinitis biasanya menimbulkan gejala, tapi jarang pasien dengan kondisi sistem imun tertekan harus memperhatikan gejala-gejala pada mata berikut selama perawatan.
• Kehilangan penglihatan tiba-tiba
• Penglihatan menjadi kabur
• Bintik buta
• Sorotan cahaya

Penanganan CMV dengan Herbal
CMV dapat di terapi secara rutin dengan menggunakan kombinasi KIWA dan CANBAT yang diminum secara bergantian pagi dan sore.
(http://mikrobia2.files.wordpress.com/2008/05/i-putu-chandradinita078114002.pdf)
Baca Selanjutnya....

Virus Rubella (Campak Jerman)

Rubella atau campak Jerman adalah penyakit yang disebabkan suatu virus RNA dari golongan Togavirus. Penyakit ini relatif tidak berbahaya dengan morbiditas dan mortalitas yang rendah pada manusia normal. Tetapi jika infeksi didapat saat kehamilan, dapat menyebabkan gangguan pada pembentukan organ dan dapat mengakibatkan kecacatan.

Sejarah Epidemi

Sebelum dilakukan imunisasi massal mulai tahun 1969, di Amerika terjadi epidemi rubella tiap 6 – 9 tahun dengan epidemi terakhir pada tahun 1964 dengan perkiraan sebanyak lebih dari 20.000 kasus sindroma rubella kongenital dan 11.000 kasus keguguran. Insidens tertinggi adalah pada umur 5 – 9 tahun sebanyak 38,5 % dari kasus pada tahun 1966-1968. Meskipun insiden rubella turun sampai 99 % antara 1966-1968, 32 % dari semua kasus terjadi pada umur 15-29 tahun. Tanpa imunisasi, 10 % - 20% populasi di Amerika dicurigai terinfeksi rubella.

Tujuan imunisasi adalah eradikasi infeksi rubella kongenital. Jumlah kasus sindroma rubella kongenital yang dilaporkan turun sampai 99 % sejak tahun 1969. Setelah penurunan yang tajam dari insiden sindroma rubella kongenital, insiden mendatar sekitar 0.05 per 100.000 kelahiran hidup selama10 tahun terakhir karena infeksi rubella tetap berlanjut pada wanita usia subur. Bila semua wanita ini telah divaksinasi (idealnya) insiden sindroma rubella kongenital pasti akan turun sampai nol.

Penyebaran

Penularan virus rubella adalah melalui udara dengan tempat masuk awal melalui nasofaring dan orofaring. Setelah masuk akan mengalami masa inkubasi antara 11 sampai 14 hari sampai timbulnya gejala. Hampir 60 % pasien akan timbul ruam.
Penyebaran virus rubella pada hasil konsepsi terutama secara hematogen. Infeksi kongenital biasanya terdiri dari 2 bagian : viremia maternal dan viremia fetal. Viremia maternal terjadi saat replikasi virus dalam sel trofoblas. Kemudian tergantung kemampuan virus untuk masuk dalam barier plasenta. Untuk dapat terjadi viremia fetal, replikasi virus harus terjadi dalam sel endotel janin. Viremia fetal dapat menyebabkan kelainan organ secara luas.

Bayi- bayi yang dilahirkan dengan rubella kongenital 90 % dapat menularkan virus yang infeksius melalui cairan tubuh selama berbulan-bulan. Dalam 6 bulan sebanyak 30 – 50 %, dan dalam 1 tahun sebanyak kurang dari 10 %. Dengan demikian bayi - bayi tersebut merupakan ancaman bagi bayi-bayi lain, disamping bagi orang dewasa yang rentan dan berhubungan dengan bayi tersebut.

Gejala klinis

Gambaran klinis infeksi rubella serupa dengan penyakit lain dan kadang-kadang tidak tampak gejala dan tanda infeksi. Pada orang dewasa mula-mula terdapat gejala prodromal berupa malaise, mialgia dan sakit kepala. Pada anak-anak sering tidak diketahui gejala prodromal ini, atau apabila ada sangat minimal. Onset dari gejala prodromal sering dilaporkan dengan munculnya limfadenopati postaurikuler, yang biasanya dilanjutkan dengan munculnya ruam setelah 6-7 hari. Bercak-bercak berupa exanthema yang khas yaitu makulo papular yang sentrifugal mulai dari dada atas, abdomen kemudian ekstremitas yang akan menghilang dalam 3 hari. Kadang-kadang timbul arthralgia yang tergantung dari virulensi virus.

Pada janin, infeksi rubella dapat menyebabkan abortus bila terjadi pada trimester I.. Mula-mula replikasi virus terjadi dalam jaringan janin, dan menetap dalam kehidupan janin, dan mempengaruhi pertumbuhan janin sehingga menimbulkan kecacatan atau kelainan yang lain.

Infeksi ibu pada trimester kedua juga dapat menyebabkan kelainan yang luas pada organ. Menetapnya virus dan dan interaksi antara virus dan sel di dalam uterus dapat menyebabkan kelainan yang luas pada periode neonatal, seperti anemia hemolitika dengan hematopoiesis ekstra meduler, hepatitis, nefritis interstitial, ensefalitis, pankreatitis interstitial dan osteomielitis.


Gejala rubella kongenital dapat dibagi dalam 3 kategori :

1. Sindroma rubella kongenital yang meliputi 4 defek utama yaitu :

a. Gangguan pendengaran tipe neurosensorik. Timbul bila infeksi terjadi sebelum umur kehamilan 8 minggu. Gejala ini dapat merupakan satu-satunya gejala yang timbul.

b. Gangguan jantung meliputi PDA, VSD dan stenosis katup pulmonal.

c. Gangguan mata : katarak dan glaukoma. Kelainan ini jarang berdiri sendiri.

d. Retardasi mental

dan beberapa kelainan lain antara lain:

e. Purpura trombositopeni ( Blueberry muffin rash )

f. Hepatosplenomegali, meningoensefalitis, pneumonitis, dan lain-lain

2. Extended – sindroma rubella kongenital.. Meliputi cerebral palsy, retardasi mental, keterlambatan pertumbuhan dan berbicara, kejang, ikterus dan gangguan imunologi ( hipogamaglobulin ).

3. Delayed - sindroma rubella kongenital. Meliputi panensefalitis, dan Diabetes Mellitus tipe-1, gangguan pada mata dan pendengaran yang baru muncul bertahun-tahun kemudian.


Diagnosis

Diagnosis infeksi rubella sangat sulit karena gejalanya yang tidak khas. Timbulnya ruam selama 2-3 hari dan adanya adenopati postaurikuler dapat sebagai diagnosis awal kecurigaan infeksi rubella, tetapi untuk diagnosis pastinya diperlukan konfirmasi serologi atau virologi. Virus rubella dapat ditemukan pada struktur jaringan yang dapat diambil dari hapusan orofaring, tetapi tindakan ini sulit dilakukan.

Antibodi rubella biasanya lebih dahulu muncul saat timbul ruam. Diagnosis rubella ditegakkan bila titer meningkat 4 kali saat fase akut, dan biasanya imunitas menetap lama. Apabila pasien diperiksa beberapa hari setelah timbul ruam, diagnosis dapat ditegakkan dengan analisis antibodi IgM anti rubella dengan menggunakan sistem ELISA. IgM spesifik rubella dapat terlihat 1 – 2 minggu setelah infeksi primer dan menetap selama 1 - 3 bulan. Adanya antibodi IgM menunjukkan adanya infeksi primer, tetapi bila negatif belum tentu tidak terinfeksi.

Diagnosis prenatal dilakukan dengan memeriksa adanya IgM dari darah janin melalui CVS ( chorionoc villus sampling ) atau kordosentesis. Konfirmasi infeksi fetus pada trimester I dilakukan dengan menemukan adanya antigen spesifik rubella dan RNA pada CVS. Metode ini adalah yang terbaik untuk isolasi virus pada hasil konsepsi.
(http://www.enformasi.com/2009/02/virus-rubella.html)

Berdasarkan gejala klinik dan temuan serologi, sindroma rubella kongenital (CRS, Congenital Rubella Syndrome) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. CRS confirmed. Defek dan satu atau lebih tanda/ gejala berikut :

* Virus rubella yang dapat diisolasi.
* Adanya IgM spesifik rubella
* Menetapnya IgG spesifik rubella..

2. CRS compatible. Terdapat defek tetapi konfirmasi laboratorium tidak lengkap.

a. Katarak dan/ atau glaukoma kongenital, penyakit jantung kongenital, tuli, retinopati.

b. Purpura, splenomegali, kuning, mikrosefali, retardasi mental, meningo ensefalitis, penyakit tulang radiolusen.


3. CRS possible. Defek klinis yang tidak memenuhi kriteria untuk CRS compatible.

4. CRI ( Congenital Rubella Infection ). Temuan serologi tanpa defek.

5. Stillbirths. Stillbirth yang disebabkan rubella maternal

6. Bukan CRS. Temuan hasil laboratorium tidak sesuai dengan CRS:


Tidak adanya antibodi rubella pada anak umur <>
Baca Selanjutnya....